a. Proses Penguasaan Indonesia
Awal mula tujuan Jepang menguasai
Indonesia ialah untuk kepentingan ekonomi dan politik. Jepang merupakan negara
industri yang sangat maju dan sangat besar. Jepang sangat menginginkan bahan
baku industri yang tersedia banyak di Indonesia untuk kepentingan ekonominya.
Indonesia juga merupakan daerah pemasaran industri yang strategis bagi Jepang
untuk menghadapi persaingan dengan tentara bangsa-bangsa Barat. Untuk
menyamakan jalur pelayaran bagi bahan-bahan mentah dan bahan baku dari ancaman
Sekutu serta memuluskan ambisinya menguasai wilayah-wilayah baru, Jepang
menggalang kekuatan pasukannya serta mencari dukungan dari bangsa-bangsa Asia.
Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang
melakukan penyerangan terhadap pangkalan militer AS di Pearl Harbour. Setelah
memborbardir Pearl Harbour, Jepang masuk ke negara-negara Asia dari berbagai
pintu. Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendaratkan pasukannya di Tarakan,
Kalimantan Timur. Jepang menduduki kota minyak Balikpapan pada tanggal 24
Januari. Selanjutnya, Jepang menduduki kota-kota lainya di Kalimantan.
Jepang berhasil menguasai Palembang pada tanggal 16 Februari 1942. Setelah menguasai Palembang, Jepang menyerang Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan Belanda. Batavia (Jakarta) sebagai pusat perkembangan Pulau Jawa berhasil dikuasai Jepang pada tanggal 1 Maret 1942. Setelah melakukan berbagai pertempuran, Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang-Jawa Barat. Surat perjanjian serah terima kedua belah pihak ditandatangani oleh Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima Angkatan Perang Belanda) dan diserahkan kepada Letnan Jenderal Imamura (pimpinan pasukan Jepang). Sejak saat itu seluruh Indonesia berada di bawah kekuasan Jepang.
b. Kebijakan Pemerintah Militer Jepang
Pada saat kependudukannya di
Indonesia, Jepang melakukan pembagian tiga daerah pemerintahan militer di
Indonesia, yakni:
1) Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XXV) untuk Sumatra, dengan pusat di Bukit tinggi.
2) Pemerintahan Angkatan Darat (Tentara XVI) untuk Jawa dan Madura dengan pusat di Jakarta.
3) Pemerintahan Angkatan Laut (Armada Selatan II) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat di Makassar.
Jepang menggunakan sistem pemerintahan berdikari dalam menjalankan pemerintahan
di daerah kependudukannya. Berdikari berarti “berdiri sendiri”. Maksudnya,
pemerintah pusat tidak banyak berperan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasukan
di daerah kependudukannya. Dengan demikian, pemerintahan militer Jepang di
Indonesia lebih leluasa untuk menerapkan sistem penjajahan.
Jepang melakukan propaganda dengan
semboyan “Tiga A” (Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya
Asia) untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Selain itu, Jepang menjanjikan
kemudahan bagi bangsa Indonesia dalam melakukan ibadah, mengibarkan bendera
merah putih yang berdampingan dengan bendera Jepang, menggunakan bahasa
Indonesia, dan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bersama lagu
kebangsaan Jepang “Kimigayo”.
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan
oleh Jepang hanyalah janji manis saja. Sebagai penjajah, Jepang justru lebih
kejam dalam menjajah bangsa Indonesia. Jepang melakukan beberapa kebijakan
terhadap negara jajahan Indonesia. Program yang paling mendesak bagi Jepang
adalah mengerahkan seluruh sumber daya yang ada di Indonesia untuk tujuan
perang. Beberapa kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Membentuk OrganisasiOrganisasi Sosial
Organisasi-organisasi sosial yang dibentuk oleh Jepang di antaranya Gerakan 3A, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa Hokokai, dan Masyumi. Gerakan 3A Dipimpin oleh Mr. Syamsudin, dengan tujuan meraih simpati penduduk dan tokoh masyarakat sekitar. Dalam perkembangannya, gerakan ini kurang berhasil sehingga Jepang membentuk organisasi yang lebih menarik.
Sebagai ganti Gerakan Tiga A, Jepang mendirikan gerakan Pusat Tenaga Rakyat (Putera) pada tanggal 1 Maret 1943. Gerakan Putera dipimpin tokoh-tokoh nasional yang sering disebut Empat Serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara. Gerakan Putera cukup diminati oleh kalangan tokoh pergerakan Indonesia.
Pemerintah Jepang kurang puas dengan kegiatan yang dilakukan oleh gerakan Putera karena para tokoh gerakan Putera memanfaatkan organisasi ini untuk melakukan konsolidasi dengan tokoh-tokoh perjuangan. Pada akhirnya, organisasi Putera dibubarkan oleh Jepang.
Pada tahun 1944, dibentuk Jawa Hokokai (Gerakan Kebaktian Jawa). Gerakan ini berdiri di bawah pengawasan para pejabat Jepang. Tujuan pokoknya adalah menggalang dukungan untuk rela berkorban demi pemerintah Jepang.
Islam adalah agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Jepang merasa harus bisa menarik hati golongan ini. Maka, pada tahun 1943 Jepang membubarkan Majelis Islam A’la Indonesia dan menggantikannya dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Ashari dan K.H. Mas Mansyur.
2) Pembentukan Organisasi Semi Militer
Jepang menyadari pentingnya
mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu perang menghadapi Sekutu. Oleh
karena itu, Jepang membentuk berbagai organisasi semimiliter, seperti Seinendan,
Fujinkai, Keibodan, Heiho, dan Pembela Tanah Air (Peta).
Organisasi Barisan Pemuda (Seinendan) dibentuk pada 9 Maret 1943. Tujuannya adalah memberi bekal bela negara agar siap mempertahankan tanah airnya. Dalam kenyataannya, tujuan itu hanya untuk menarik minat rakyat Indonesia. Maksud sesungguhnya adalah untuk membantu menghadapi tentara Sekutu.
Fujinkai merupakan himpunan kaum
wanita di atas 15 tahun untuk terikat dalam latihan semimiliter. Keibodan merupakan
barisan pembantu polisi untuk laki-laki berumur 20-25 tahun. Heiho yang
didirikan tahun 1943 merupakan organisasi prajurit pembantu tentara Jepang.
Pada saat itu, Jepang sudah mengalami kekalahan di beberapa front pertempuran.
Adapun Peta yang didirikan 3 Oktober 1943 merupakan pasukan bersenjata yang
memperoleh pendidikan militer secara khusus dari Jepang. Kelak, para eks-Peta
memiliki peranan besar dalam pertempuran melawan Jepang dan Belanda.
3) Pengerahan Romusha
Jepang melakukan rekruitmen anggota romusha dengan tujuan mencari bantuan tenaga yang lebih besar untuk membantu perang dan melancarkan aktivitas Jepang. Anggota-anggota romusha dikerahkan oleh Jepang untuk membangun jalan, kubu pertahanan, rel kereta api, jembatan, dan sebagainya. Jumlah Romusha paling besar berasal dari Jawa, yang dikirim ke luar Jawa, bahkan sampai ke Malaya, Myanmar, dan Thailand.
Perhatikan gambar romusha di atas.
Sebagian besar romusha adalah penduduk yang tidak berpendidikan. Mereka
terpaksa melakukan kerja rodi karena takut kepada Jepang. Pada saat mereka
bekerja sebagai romusha, makanan yang mereka dapat tidak terjamin, kesehatan
sangat minim, sementara pekerjaan sangat berat. Ribuan rakyat Indonesia
meninggal akibat romusha.
Mendengar nasib romusha yang sangat menyedihkan, banyak pemuda Indonesia meninggalkan kampungnya. Mereka takut akan dijadikan romusha. Akhirnya, sebagian besar desa hanya didiami oleh kaum perempuan, orang tua, dan anak-anak.
Penjajahan Jepang yang sangat menyengsarakan adalah pemaksaan wanitawanita untuk menjadi Jugun Ianfu. Jugun Ianfu adalah wanita yang dipaksa Jepang untuk menjadi wanita penghibur Jepang di berbagai pos medan pertempuran. Banyak gadis-gadis desa diambil paksa tentara Jepang untuk menjadi Jugun Ianfu. Sebagian mereka tidak kembali walaupun Perang Dunia II telah berakhir
4) Eksploitasi Kekayaan Alam
Jepang tidak hanya menguras tenaga
rakyat Indonesia. Pengerukan kekayaan alam dan harta benda yang dimiliki bangsa
Indonesia jauh lebih kejam daripada pengerukan yang dilakukan oleh Belanda.
Semua usaha yang dilakukan di Indonesia harus menunjang semua keperluan perang
Jepang.
Jepang mengambil alih seluruh aset ekonomi Belanda dan mengawasi secara langsung seluruh usahanya. Usaha perkebunan dan industri harus mendukung untuk keperluan perang, seperti tanaman jarak untuk minyak pelumas. Rakyat wajib menyerahkan bahan pangan besar-besaran kepada Jepang. Jepang memanfaatkan Jawa Hokokai dan intansi-instansi pemerintah lainnya. Keadaan inilah yang semakin menyengsarakan rakyat Indonesia.
Pada masa panen, rakyat wajib
melakukan setor padi sedemikian rupa sehingga mereka hanya membawa pulang padi
sekitar 20% dari panen yang dilakukannya. Kondisi ini mengakibatkan
musibah kelaparan dan penyakit busung lapar di Indonesia. Banyak penduduk yang memakan umbi-umbian liar, yang sebenarnya hanya pantas untuk makanan ternak.
musibah kelaparan dan penyakit busung lapar di Indonesia. Banyak penduduk yang memakan umbi-umbian liar, yang sebenarnya hanya pantas untuk makanan ternak.
Sikap manis Jepang hanya sebentar.
Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan maklumat pemerintah yang isinya berupa
larangan pembicaraan tentang pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan
lagu Indonesia Raya. Hal ini tentu membuat kecewa bangsa Indonesia.
c. Sikap Kaum Pergerakan
Bangsa Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menanggapi kebijakan Jepang tersebut. Propaganda Jepang sama sekali tidak memengaruhi para tokoh perjuangan untuk percaya begitu saja. Bagaimanapun, mereka sadar bahwa Jepang adalah penjajah. Bahkan, mereka sengaja memanfaatkan organisasi-organisasi pendirian Jepang sebagai ‘batu loncatan’ untuk meraih Indonesia merdeka. Beberapa bentuk perjuangan pada zaman Jepang adalah sebagai berikut.
1) Memanfaatkan Organisasi Bentukan Jepang
Kelompok ini sering disebut
kolaborator karena mau bekerja sama dengan penjajah. Sebenarnya, cara ini
bentuk perjuangan diplomasi. Tokoh-tokohnya adalah para pemimpin Putera,
seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.
Mereka memanfaatkan Putera sebagai sarana komunikasi dengan rakyat. Akhirnya,
Putera justru dijadikan para pemuda Indonesia sebagai ajang kampanye
nasionalisme. Pemerintah Jepang menyadari hal tersebut dan akhirnya membubarkan
Putera dan digantikan Barisan Pelopor. Sama seperti Putera, Barisan Pelopor
yang dipimpin Sukarno ini pun selalu mengampanyekan perjuangan kemerdekaan.
2) Gerakan Bawah Tanah
Larangan berdirinya partai politik pada zaman Jepang mengakibatkan sebagian tokoh perjuangan melakukan gerakan bawah tanah. Gerakan bawah tanah merupakan perjuangan melalui kegiatan-kegiatan tidak resmi, tanpa sepengetahuan Jepang (gerakan sembunyi-sembunyi).
Dalam melakukan perjuangan, mereka terus melakukan konsolidasi menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menggunakan tempat-tempat strategis, seperti asrama pemuda untuk melakukan pertemuan-pertemuan. Penggalangan semangat kemerdekaan dan membentuk suatu negara terus mereka kobarkan.
Tokoh-tokoh yang masuk dalam garis pergerakan bawah tanah adalah Sutan Sjahrir, Achmad Subarjo, Sukarni, A. Maramis, Wikana, Chairul Saleh, dan Amir Syarifuddin. Mereka terus memantau Perang Pasifk melalui radio-radio bawah tanah. Pada saat itu, Jepang melarang bangsa Indonesia memiliki pesawat komunikasi. Kelompok bawah tanah inilah yang sering disebut golongan radikal/ keras karena mereka tidak mengenal kompromi dengan Jepang.
3) Perlawanan Bersenjata
Di samping perjuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan organisasi bentukan Jepang dan gerakan bawah tanah, ada pula perlawanan-perlawanan bersenjata yang dilakukan bangsa Indonesia di antaranya sebagai berikut.
a) Perlawanan Rakyat Aceh
Dilakukan oleh Tengku Abdul Djalil,
seorang ulama di Cot Plieng Aceh, menentang peraturan-peraturan Jepang. Pada
tanggal 10 November 1942, ia melakukan perlawanan. Dalam perlawanan tersebut ia
tertangkap dan ditembak mati.
b) Perlawanan Singaparna, Jawa Barat
Dipelopori oleh K.H. Zainal Mustofa,
yang menentang seikerei yakni menghormati Kaisar Jepang. Pada tanggal 24
Februari 1944, meletus perlawanan terhadap tentara Jepang. Kiai Haji Zainal
Mustofa dan beberapa pengikutnya ditangkap Jepang, lalu dihukum mati.
c) Perlawananan Indramayu, Jawa Barat
c) Perlawananan Indramayu, Jawa Barat
Pada bulan Juli 1944, rakyat Lohbener
dan Sindang di Indramayu memberontak terhadap Jepang. Para petani dipimpin H.
Madrian menolak pungutan padi yang terlalu tinggi. Akan tetapi, pada akhirnya
perlawanan mereka dipadamkan Jepang.
d) Perlawanan Peta di Blitar, Jawa Timur
Perlawanan PETA merupakan perlawanan
terbesar yang dilakukan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang.
Perlawanan ini dipimpin Supriyadi, seorang Shodanco (Komandan pleton). Peta tanggal 14 Februari 1945, perlawanan dipadamkan Jepang karena persiapan Supriyadi dkk. kurang matang.
Para pejuang Peta yang berhasil ditangkap kemudian diadili di mahkamah militer di Jakarta. Beberapa di antaranya dihukum mati, seperti dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudidjaya, Sunanto, dan Sudarmo. Supriyadi, sebagai pemimpin perlawanan tidak diketahui nasibnya. Kemungkinan besar Supriyadi berhasil ditangkap Jepang kemudian dihukum mati sebelum diadili.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar